ADS

Sifat Unggul Pemimpin

8 Sifat Unggul Pemimpin

 Sifat Unggul Pemimpin Menurut Filosofi Jawa Hasta Brata Sifat Unggul Pemimpin

Dalam khasanah budaya Jawa kuno, sedikitnya ada empat pedoman filsafat kepemimpinan. Keempat pedoman tersebut adalah; Ilmu Hasta BrataWulang Reh,Tripama, dan Dasa Darma Raja. Ulasan mendalam ihwal keempat pedoman tersebut sanggup dibaca antara lain dalam buku yang ditulis oleh Pardi Suratno berjudul “Sang Pemimpin”. Dari keempat pedoman tersebut, Hasta Brata merupakan yang (relatif) paling lengkap dan sangat ideal sehingga menarik untuk dikaji memakai pendekatan konteks kekinian (kontemporer).

KONSEP hasthabrata muncul dalam kisah pewayangan Jawa dengan lakon 'Iwahyu Makutharama' yang mengisahkan ihwal sumbangan wejangan (fatwa) seorang Pandita berjulukan Wiswamitra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahandanya.

Konon, pedoman hasthabrata tersebut selalu dipedomani untuk dijadikan fatwa terhadap putra mahkota yang akan dinobatkan menjadi raja-raja Jawa. HASTHABRATA terdiri dari kata hastha yang berarti DELAPAN dan kata brata yang berarti SIFAT BAIK.  Dalam beberapa literatur juga disebutkan bahwa delapan sifat alam ini mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang Pencipta, yaitu; sifat Bumi, sifat Matahari, sifat Bulan, sifat Samudra, sifat Bintang, sifat Angin, sifat Api, dan sifat Air.

Berikut Delapan Sifat Unggul Pemimpin Sejati:
  1. Brata yang pertama ialah SURYA yang berarti matahari. Sifat menerangi yang dimiliki oleh matahari dalam bahasa jawa dimaknai sebagai 'gawe pepadang marang ruwet rentenging liyan' yang berarti harus bisa membantu mengatasi kesulitan atau memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.
  2. Brata yang kedua ialah BAWANA yang berarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai ibu pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumi mempunyai tugas sebagai ibu, yang mempunyai sifat keibuan, yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan pengayom bagi makhluk yang hidup di bumi. Implementasinya ialah kalau sanggup menjadi pemimpin harus bisa mengayomi dan melindungi anak buahnya.
  3. Brata yang ketiga ialah CANDRA yang berarti bulan. Implementasinya bagi pemimpin ialah pemimpin dalam memperlakukan anak buahnya harus dilandasi oleh aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan mertabat pengikutnya sebagai sesama. Terhadap pengikutnya harus menghormati sebagai sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal ini disebut 'nguwongke'.
  4. Brata keempat ialah KARTIKA yang berarti bintang. Bintang sanggup menggambarkan dambaan cita-cita, rujukan harapan, sumber inspirasi. Seorang pemimpin harus mempunyai harapan yang tinggi, berpandangan jauh kedepan, pemberi arah, sumber inspirasi, dan rujukan harapan.
  5. Brata yang kelima ialah TIRTA yang berarti air. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti keadaan dengan siapapun termasuk pengikutnya (adaptif). Air selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus memperhatikan potensi, kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan atasannya.
  6. Brata yang keenam ialah MARUTA, yang berarti angin. Secara alami angin mempunyai sifat menyejukkan, angin menciptakan segar bagi orang yang kepanasan. Angin sifatnya sangat lembut. Seorang pemimpin harus bisa menciptakan suasana kepemimpinan sejuk, harmonis, dan menyegarkan.
  7. Brata yang ketujuh ialah DAHANA, yang berarti api. Secara alami, api mempunyai sifat panas, dan sanggup membakar. Seorang pemimpim mempunyai sifat pembakar semangat, pengobar semangat, dan mempunyai tugas sebagai motivator dan inovator bagi pengikutnya.
  8. Brata yang kedelapan ialah SAMODRA, yang berarti lautan atau samudra. Pemimpin harus mempunyai wawasan yang luas dan dalam, seluas dan sedalam samudra. Samudra juga bersifat menampung seluruh air dan benda-benda yang mengalir kearah laut. Seorang pemimpin harus mempunyai sifat menampung semua kebutuhan, kepentingan, dan isi hati dari pengikutnya, serta pemimpin harus bersifat aspiratif.

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai, biar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) mempunyai perilaku yang damai dan wibawa biar masyarakatnya sanggup hidup damai dalam menjalankan aktifitasnya mirip falsafah: Ojo gumunan, ojo kagetan lan ojo dumeh.

Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang gres (walau bergotong-royong amat sangat heran), tidak menawarkan perilaku kaget bila ada hal-hal diluar dugaan dan dilarang sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan ihwal menjaga perilaku dan emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.

Subscribe to receive free email updates:

ADS